Saturday, March 29, 2008

ASKEP PADA KLIEN DENGAN BATU GINJAL

DEFINISI
Batu GinjalBatu ginjal merupakan suatu massa yang keras yang terbentuk dari kristal-kristal dari endapan urine dan tumbuh pada bagian dalam ginjal.Urolithiasis adalah istilah untuk menggambarkan batu yang terjadi pada saluran kemih. Tetapi istilah Batu Ginjal dapat menerangkan kondisi batu yang terjadi pada semua tempat di saluran kemih.

ETIOLOGI
Penyebab pasti sampai saat ini tidak diketahui, meskipun beberapa jenis makanan meningkatkan terjadinya batu. Riwayat keluarga dengan batu ginjal juga mempengaruhi insiden ini.


KLASIFIKASI
Beberapa jenis batu ginjal menurut komposisi kimiawi :- Calcium oxalate calculi.Ditemukan pada sekitar 80% penderita batu ginjal di USA, yang terbentuk dari asam oxalic. Bayam, coklat, kopi, teh, cola, kacang-kacangan, dan strawbery, adalah makanan yang meningkatkan pembentukan batu. Juga terbentuk dari pemecahan vitamin C dalam tubuh.- Uric acid calculiBatu ini berkembang dari kristal asam urat yang terbentuk dari urine yang keasamannya tinggi. Merupakan 5% dari seluruh kejadian batu ginjal. Pada beberapa keadaan, batu jenis ini berkombinasi dengan batu oksalat.- Cystine calculi.Merupakan 2 % dari seluruh kejadian batu ginjal. Cystine merupakan asam amino dari protein yang berbentuk kristal heksagonal saat diekskresikan dalam jumlah banyak. Batu jenis ini menunjukkan bahwa klien mengalami cystinuria, suatu kondisi herediter dimana ginjal tidak dapat menyerap asam amino.- Struvite calculiAdalah bentuk kristal keras dari magnesium aluminium fosfat. Batu ginjal terjadi dari substansi-substansi yang terbentuk pada klien dengan infeksi saluran kemih karena bakteri.- Staghorn calculiMerupakan batu ginjal bercabang yang terbentuk dari struvit.

FAKTOR RESIKO
Faktor risiko terjadinya batu ginjal adalah : pria, adanya riwayat batu ginjal dalam keluarga, usia lebih dari 30 tahun, diet tinggi oxalat, dehidrasi atau kurang minum, gangguan metabolisme yang mempengaruhi ekskresi garam, ostomi.
Batu ginjal sering kali tidak menimbulkan gejala. Namun, jika timbul gejala, maka nyeri adalah masalah utama. Nyeri ini timbul saat batu melewati saluran kemih. Nyeri dirasakan tiba-tiba saat batu bergerak di saluran kemih, sehingga menimbulkan iritasi dan sumbatan. Secara spesifik, klien akan merasakan nyeri tajam, nyeri kramp di pinggang bagian belakang dan sisi area ginjal atau di abdomen bagian bawah. Kadang kala disertai mual dan muntah.Untuk mencegah batu asam urat, maka Allopurinol bermanfaat pada kasus hiperuricosuria. Jika batu cystine tidak dapat dikontrol melalui minum banyak, maka Thiola dan Cuprimine, akan membantu menurunkan jumlah cystine dalam urine. Pada batu struvit yang tidak dapat dibuang, maka diberikan Acetohydroxamidc acid (AHA) untuk mencegah infeksi yang dapat mengarah terbentuknya batu. Pada kasus hiperparatiroidisme yang kadang kala timbul batu ginjal, maka tindakannya adalah membuang kelenjar paatiroid.

Terapi Pembedahan
Sebenarnya, tindakan pembedahan bukanlah hal yang terpenting. Tindakan pembedahan batu ginjal dilakukan jika klien resisten terhadap terapi konservatif, batu berukuran besar, adanya obstruksi batu, atau pada klien dengan kelainan anatomi pada saluran kemih, sehingga batu berukuran kecilpun tidak dapat lewat. pembedahan dilakukan jika batu ginjal :- Tidak dapat keluar dan menimbulkan nyeri menetap- Ukuran terlalu besar dan terletak di tempat yang sulit- Menghambat laju urine- Menimbulkan infeksi saluran perkemihan- Merusak jaringan ginjal dan menyebabkan perdarahan- Terlihat semakin membesar (sesua gambaran radiologi). terdapat 4 (empat) tindakan untuk membuang batu ginjal, yaitu Ectracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL), Percutaneous Nephrolithotomy (PNCL),Ureteroscopic Stone Removal dan Open (incisional) Surgery. Kecuali ESWL, maka tindakan yang lain digolongkan dalam tindakan pembedahan.

Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)a. IndikasiDilakukan pada batu ginjal berukuran lebih dari 2 cm dan berupa batu keras. Tindakan ini dilakukan jika ESWL tidak efektif.b. ProsedurTindakan PNCL dilakukan dibawah pengaruh anestesia umum, dengan lama waktu pembedahan antara 3 – 4 jam. Prosedur ini melibatkan fragmentasi langsung dari batu ginjal melalui insisi kecil yang dibuat di pinggang bagian belakang pada posisi ginjal yang terkena, dengan suatu alat nephroscope.
Batu besar akan dihancurkan dengan semacam logam panjang yang disertai energi ultrasonik atau elektrohidrolik, atau laser litrotriptor, agar menjadi serpihan batu. Kateter akan dipasang untuk mengalirkan urine, dan pada insisi ditempatkan selang yang disebut nephrostomy untuk mengalirkan cairan dari ginjal. Kateter akan dilepaskan setelah 24 jam. Nephrostomy akan tetap terpasang selama klien dirawat di RS selama 5-6 hari.

Persiapan
Sebelum dilakukan PCNL, klien membutuhkan pemeriksaan fisik lengkap, pemerksaan darah lengkap, EKG, uji urine, dan pemeriksaan waktu pembekuan darah. Aspirin obat Arthritis harus dihentikan 7 – 10 hari sebelum pembedahan karena mempengaruhi menipiskan darah dan waktu pembekuan darah. Laksatif diberikan sebelum pembedahan untuk mengurangi risiko konstipasi selama pasca bedah. Klien dianjurkan untuk minum hanya larutan yang sifatnya jernih selama 24 jam, disertai puasa pada tengah malam sebelum pembedahan.d. Perawatan Pasca PembedahanPCNL standar, umumnya membutuhkan hospitalisasi 5 – 6 hari setelah pembedahan. Hal ini untuk mengobservasi apakah masih ada serpihan batu yang tertinggal. Setelah nephrostomy dilepaskan, balutan dipasang pada lokasi insisi. Cairan intravena diberikan 1 – 2 hari, kemudian anjurkan untuk banyak minum sehingga dapat menghasilkan urine sebanyak 1,2 liter/ hari. Darah yang terdapat pada urine adalah kondisi normal beberapa hari setelah PCNL. Sampel darah dan urine diperiksa di laboratorium untuk mengetahui faktor risiko formasi kalkuli.

Risiko PCNL- Ketidakmampuan membuat jalur yang cukup untuk memasukkan nephroscope. Pada kasus seperti ini, tindakan bedah terbuka ginjal menjadi alternatif.- Perdarahan- Infeksi- Demam- Akumulasi cairan di area insisi- Terbentuknya arteriovenosus fistula- Injury pada limpa, hati, paru dan kelenjar empedu.
Open Surgery (Bedah Ginjal Terbuka)a. Indikasi- Kegagalan ESWL atau PCNL- Ukuran batu yang besar dan banyak, sehingga memerlukan ESWL maupun PCNL berulang.- Adanya kelainan anatomi saluran kemih- Obesitas ekstrimOpen surgery merupakan teknik pembedahan yang paling invasif. Selama tahun 2003, teknik ini paling banyak digunakan untuk membuang batu ginjal yang berukuran besar.

ProsedurInsisi dibuat pada pinggang bagian belakang pada area ginjal. Teknik ini menyebabkan banyak pembuluh darah yang terbuka, tetapi tranfusi darah jarang diperlukan. Pyelolithotomy adalah teknik bedah yang digunakan untuk membuang batu ginjal berukuran besar di pelvis renal. Insisi dibuat di sepanjang axis ginjal, sehingga ginjal akan terbuka seperti sebuah buku. Setelah semua fragmen batu diambil, irisan ginjal dirapatkan kembali. Suatu selang nephrostomy atau ureteral stent ditinggalkan untuk meningkatkan drainage dari ginjal dan mempercepat penyembuhan. Partial nephrectomy atau simple nephrectomy adalah pembedahan yang membuang sebagian ginjal. Hal ini dilakukan jika batu ginjal telah menetap dalam waktu yang lama, menyebabkan infeksi rekuren, dan merusak ginjal.
Persiapan(sama dengan persiapan pada PCNL)

Perawatan Pasca PembedahanKlien umumnya akan dirawat selama satu minggu setelah pembedahan dilakukan, dan memerlukan waktu 6 (enam) minggu untuk pemulihan di rumah. Nyeri merupakan masalah yang sangat dominan, tetapi dapat diatasi dengan obat nyeri oral maupun intravena. Anestesi epidural juga dapat digunakan untuk mengontrol nyeri pasca bedah.
Risiko PembedahanPerdarahan dan infeksi.
Ureteroscopy Stone Removal

Implikasi dalam Keperawatan
Pra BedahMasalah keperawatan yang timbul pada masa ini adalah :
- Nyeri b.d adanya obstruksi, penekanan batu saluran kemih
- Cemas b.d prosedur pembedahan- Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual dan muntah

Peran perawat :
- Mengajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri
- Menjelaskan tentang penyakit batu ginjal
- Berikan lingkungan yang tenang
- Mempertahankan intake nutrisi

Fokus tindakan perawat pada masa ini adalah persiapan klien untuk menjalani pembedahan, meliputi : memastikan pemeriksaan penunjang sebagai indikator status kesehatan klien (Foto thorak, EKG, kadar gula darah, pemeriksaan darah/ urine rutin, dan waktu pembekuan darah, dll), informed consent pembedahan, memastikan klien puasa sejak tengah malam, melakukan enema, dan mencukur area pembedahan. Perawat juga harus mencatat golongan darah dan melakukan antisipasi tranfusi darah, khususnya pada open surgery, jika diperlukan.Klien dan keluarga juga perlu diberi penjelasan mengenai teknik pembedahan yang dilakukan, indikasi, efek samping dan perawatan pasca bedah, untuk mengurangi kecemasan. Teknik batuk efektif dan napas dalam juga mulai diajarkan pada klien.
Intra Bedah

Masalah keperawatan yang timbul :
- Risiko injuri : perdarahan b.d prosedur pembedahan
- Risiko infeksi b.d insisi bedah
Peran perawat :
- Melakukan desinfeksi pada area retroperitoneal jika akan dilakukan nefrektomi dan area abdomen bagian bawah jika dilakukan ureteroskopi.
- Mempertahankan stabilitas pernapasan dan sirkulasi
- Memantau stabilitas hemodinamik
- Menghitung jumlah perdarahan
- Mempertahankan teknik sterilitas saat prosedur bedah dilakukan
Pasca Bedah Masalah keperawatan yang timbul :
- Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi sekret akibat efek sedasi pembedahan.
- Nyeri b.d luka pembedahan
- Risiko infeksi b.d luka pembedahanPeran perawat :
- Anjurkan klien untuk melakukan batuk efektif seperti yang sudah diajarkan sebelumnya
- Lakukan manajemen nyeri : distraksi, imagery, relaksasi
- Kolaborasi dalam pemberian analgesik
- Pertahankan teknik cuci tangan yang baik
- Lakukan perawatan luka dengan mempertahankan teknik aseptik
- Monitor kondisi luka terhadap adanya tanda-tanda infeksi
- Monitor perdarahan yang keluar dari luka atau dari drain
- Monitor output urine
- Pertahankan intake nutrisi yang baik

Fokus tindakan perawat pada pasca bedah adalah memantau jumlah perdarahan, mempertahankan output urine dan modifikasi diet. (Ignatavicius, 1999). Untuk meminimalkan terjadinya infeksi, antibiotika golongan Aminoglikosida atau Cefalosporin dapat diberikan. Selain itu hidrasi yang baik perlu dipertahankan dengan memberi cairan 2 – 3 liter/ hari, kecuali ada kontraindikasi. Ambulasi dini juga perlu diperhatikan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pendidikan Kesehatan untuk KlienSetelah menjalani pembedahan, klien akan dirawat di RS selama 5 – 7 hari. Sedangkan waktu pemulihan selama kurang lebih 6 (enam) minggu, klien akan berada di rumah. Untuk itu, penting sekali pendidikan kesehatan diberikan kepada klien dan keluarga, meliputi :- Perubahan gaya hidup (kebiasaan minum, diet dan pekerjaan).- Modifikasi diet, sesuai analisa kalkuli- Melibatkan keluarga dalam perawatan diri klien- Mengajarkan kepada keluarga untuk meleporkan adanya penyimpangan kondisi klien ke fasilitas kesehatan
Pengalaman Merawat Klien dengan Pembedahan Batu GinjalBeberapa kali saya merawat klien dengan pembedahan batu ginjal, dengan teknik open surgery. Kebanyakan adalah pria dengan riwayat diet tinggi oksalat dan kurang minum.Tindakan pasca bedah yang dilakukan :- Manajemen nyeri- Perawatan luka- Pendkes tentang penyakit, diet yang tepat dan perawatan luka

Kritik tentang Pembedahan Batu GinjalMengenai PCNL, mengingat risiko yang mungkin ditimbulkan yaitu injuri pada organ limpa, hati, paru dan kelenjar empedu, maka prosedur ini harus dilakukan oleh dokter bedah yang terampil dan ahli. Meskipun dilain pihak, teknik ini tidak terlalu menimbulkan resiko perdarahan dibandingkan Open surgery, misalnya.
Sedangkan pada teknik Open surgery, menurut literatur diatas, tranfusi darah tidak begitu diperlukan. Padahal, pada kenyataannya teknik ini akan menyebabkan banyak pembuluh darah yang terbuka, sehingga risiko perdarahan akan meningkat. Selain itu, beberapa literatur tidak menyebutkan bagaimana cara perawatan klien pasca bedah, khususnya mengenai perawatan di rumah. Padahal, klien hanya dirawat di RS selama kurang lebih satu minggu dan akan berada pada masa pemulihan di rumah selama 6 (enam) minggu.
Rencana Penerapan Penatalaksanaan Perawatan Pasca Bedah Batu GinjalRancangan kegiatan berupa pembuatan protap perawatan pasca bedah batu ginjal di ruang perawatan, yaitu pasca bedah PCNL, pasca bedah Open surgery dan pasca Ureteroskopi.
Dukungan :- Akan mendapat dukungan dari seluruh tim medis dan keperawatan - Keberhasilan program akan membawa nama baik bagi ruang rawat dan rumah sakit.
Hambatan :- Pengetahuan yang masih beragam mengenai teknik pembedahan batu ginjal dan perawatannya






G. Daftar Pustaka
Baker, Jean, MS, RD. (2006). Surgical procedures for kidney stones. Diambil pada 28 Pebruari 2006 dari http://www.brighamandwomens.org/)

Cornell University. (2005).Surgical therapy. Diambil pada 16 Pebruari 2006 dari http : //www.med.cornell. edu

Encyclopedia of Surgery: (2006). Nephrolithotomy, perutaneous. Diambil pada 21 Pebruari 2006 dari http://www.surgeryencyclopedia.com/

Ignatavicius. (1999). Medical surgical nursing: Across the health care continuum. Philadelphia: WB Saunders. Komo TV . (2006). Kidney Stones. Diambil pada 18 Pebruari 2006 dari http ://www.komotv. com.

National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse.(.........).Kidney Stones in Adult. Diambil pada 18 Pebruari 2006 dari http :// http://www.kidney.niddle.gov/.

ASKEP PADA PASIEN DENGAN PEMFIGUS

A. DEFINISI
Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang merupakan kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan (Dorland, 1998)
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai dengan timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan membrane ukosa (misalnya mulut dan vagina) (Brunner, 2002)
Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan membrane mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau lepuh biasanya terjadi di mulut, idung, tenggorokan, dan genital (www.pemfigus.org.com) Pada penyakit pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari epidermis klit dan membrane mukosa. Pemfigus vulgaris adalah “autoimmune disorder” yaitu system imun memproduksi antibody yang menyerang spesifik pada protein kulit dan membrane mukosa. Antibodi ini menghasilkan reaks yang menimbulkan pemisahan pada lapisan sel epidermis (akantolisis) satu sama lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel. Tepatnya perkembangan antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody) belum diketahui.

B. ETIOLOGI
Penyebab dari pemfigus vulgaris dan factor potensial yang dapat didefinisikan antara lain:1. Faktor genetic
2. UmurInsiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun. Pada neonatal yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dari antibody sang ibu.3. Disease associationPemfigus terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun yang lain, biasanya myasthenia gravis dan thymoma.

C. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar pasien pada mulanya ditemukan dengan lesi oral yang tampak sebagai erosi yang bentuk ireguler terasa nyeri, mudah berdarah dan sembuhnya lambat. Bulla pada kulit akan membesar, pecah dan meninggalkan daerah-daerah erosi yang lebar serta nyeri yang disertai dengan pembentukan kusta dan perembesan cairan. Bau yang menusuk dan khas akan memancar dari bulla dan serum yang merembes keluar. Kalau dilakukan penekanan yang minimal akan terjadi pembentukan lepuh atau pengelupasan kulit yang normal (tanda Nicolsky) kulit yang erosi sembuh dengan lambat sehingga akhirnya daerah tubuh yang terkena sangat luas , superinfeksi bakteri sering yang terjadi. Komplikasi yang sering pada pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukannya kortikosteroid dan terapi imunosupresif, pasien sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Bakteri kulit mudah mencapai bula karena bula mengalami perembesan cairan, pacah dan meninggalkan daerah terkelupas yang terbuka terhadap lingkungan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit karena kehilangan cairan serta protein ketika bula mengalami rupture. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalu proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas (Brunner, 2002).

D. KOMPLIKASI
1. Secondary infection Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau local pada kulit. Mungkin terjadi karena penggunaan immunosupresant dan adanya multiple erosion. Infeksi cutaneus memperlambat penyembuhan luka dan meningkatkan resiko timbulnya scar.
2. Malignansi dari penggunaan imunosupresifBiasanya ditemukan pada pasien yang mendapat terapi immunosupresif.
3. Growth retardationDitemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan kortikosteroid.
4. Supresi sumsum tulang Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant. Insiden leukemia dan lymphoma meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka lama.
5. OsteoporosisTerjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolitErosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan dan natrium klorida ini merupakan penyebab terbanyak gejala sistemik yang berkaitan dengan penyakit dan harus diatasi dengan pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas.

E. EVALUASI DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan visual oleh dermatologis
2. Biopsi lesi, dengan cara memecahkan bulla dan membuat apusan untuk diperiksa di bawah mikroskop atau pemeriksaan immunofluoresent.
3. Tzank test, apusan dari dasar bulla yang menunjukkan akantolisis
4. Nikolsky’s sign positif bila dilakukan penekanan minimal akan terjadi pembentukan lepuh dan pengelupasan kulit.

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah untuk mengendalikan penyakit secepat mungkin, mencegah infeksi sekunder dan meningkatkan pembentukan tulang epitel kulit (pembaharuan jaringan epitel). Kortikosteroid diberikan dengan dosis tinggi untuk mengendalikan penyakit dan menjaga kulit dari bulla. Kadar dosis yang tinggi dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas. Pada sebagian kasus, terapi kortikosteroid harus dipertahankankan seumur hidup penderitanya.Kortikosteroid diberikan bersama makanan atau segera sesudah makan dan dapat disertai dengan pemberian antacid sebagai profilaksis untuk mencegah komplikasi lambung. Yang penting pada penatalaksanaan terapeutik adalah evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar glukosa darah dan keseimbangan darah setiap hari . Preparat imunosupresif (azatioprin, ziklofosfamid, emas) dapat diresepkan dokter untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran ktikosteroid. Plasmaferesis (pertukaran plasma). Secara temporer akan menurunkan kadar antibody serum dan pernah dihasilkan keberhasilan yang bervariasi sekalipun tindaka ini dilakukan untuk kasus yang mengancam jiwa pasien.

G. PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)Nama, umur, jenis kelamin, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penanggung jawab, dll.
2. Riwayat pasien sekarangPada umumnya penderita pemfigus vulgaris biasanya dirawat di rumah sakit pada suatu saat sewaktu terjadi pada suatu saat sewaktu terjadi eksaserbasi, perawat segera mendapatkan bahwa pemfigus vulgaris bisa menjadi penyebab ketidakmampuan bermakna. Gangguan kenyamanan yang konstan dan stress yang dialami pasien serta bau lesi yang amis.
3. Riwayat penyakit terdahuluHaruslah diketahui baik yang berhubungan dengan system integument maupun penyakit sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular, herediter.
4. Pemeriksaan fisik Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit, termasuk membrane mukosa, kulit kepala dan kuku. Kulit merupakan cermin dari kesehatan seseorang secara menyeluruh dan perubahan yang terjadi pada kulit umumnya berhubungan dengan penyakit pada system organ lain. Inspeksi dan palpasi merupakan prosedur utama yang digunakan dalam memeriksa kulit. Lesi kulit merupakan karakteristik yang paling menonjol pada kelainan dermatologic. Pada pasien pemfigus vulgaris muncul bulla yaitu suatu lesi yang berbatas jelas, mengandung cairan, biasanya lebih dari 5 mm dalam diameter, dengan struktur anatomis bulat. Inspeksi keadaan dan penyebaran bulla atau lepuhan pada kulit. Sebagian besar pasien dengan pemfigus vulgaris ditemukan lesi oral yang tampak tererosi yang bentuknya ireguler dan terasa sangat nyeri, mudah berdarah, dan sembuhnya lambat. Daerah-daerah tempat kesembuhan sudah terjadi dapat memperlihatkan tanda-tanda hiperpigmentasi. Vaskularitas, elastisitas, kelembapan kulit, dan hidrasi harus benar-benar diperhatikan. Perhatian khusus diberikan untuk mengkaji tanda-tanda infeksi.
5. Pengkajian psikologisDimana pasien dengan tingkat kesadaran menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat di dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku emosi yang labil, iritabel, apatis, kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya. Data social yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan orang terdekat dan lainnya, kemampuan berkomunikasi dan perannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami penyakit pemfigus vulgaris.
6. Data/pangkajian spiritualDiperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ketuhanan yang diyakininya.
7. Pemeriksaan diagnostico Nikolsky’s signo Skin lesion biopsy (Tzank test)o Biopsy dengan immunofluorescene
8. Penatalaksanaan umumo Kortikosteroido Preparat imunosupres (azatioprin, siklofosfamid, emas)

Diagnosa KeperawatanBerdasarkan data-data hasil pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan pasien mencakup:
1. Nyeri pada rongga mulut berhubungan dengan rangsangan ujung-ujung saraf karena pembentukan bulla dan erosi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bulla dan daerah kulit yang terbuka (terkelupas)
3. Ansietas dan kemampuan koping tidak efektif berhubungan dengan penampilan kulit dan tidak ada harapan untuk kesembuhan.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan keadaan dan penampilan kulit.
5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilan cairan dan protein akibat bulla ruptur
6. Resiko infeksi dan sepsis berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit
Masalah Kolaborasi
Berdasarkan data-data hasil pengkajian, komplikasi yang potensial mencakup:
1. Infeksi dan sepsis yang berhubungan dengan hilangnya barier protektif kulit dan membrane mukosa
2. Kurang volume cairan dan yang berhubungan dengan hilangnya cairan jaringan.
Perencanaan dan implementasi Sasaran utama bagi pasien pemfigus vulgaris dapat mencakup peredaan gangguan rasa nyaman akibat lesi, kesembuhan kulit, berkurangnya ansietas atau kecemasan serta perbaikan kemampuan koping dan tidak terdapatnya komplikasi.



DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.EGC : Jakarta.

Doenges, E., Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta.

Phipps & Woods. 1991. Medical Surgical Nursing concepts and Clinical Practice. Fourth Edition.

Rahayu, Sri. Course Book. Medikal Surgical Nursing. Unit 1. Intergument System.

Sylvia, A. Price. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta. www.pemfigus.org.com

Adhi, Djuanda Dr. Pengobatan dengan Kortikosteroid Sistemik dalam Dermatologi.http://www.portalkalbe.com. www.medicalholistik.com








ASKEP PADA KLIEN DENGAN ERITRODERMA

A. Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema di seluruh tubuh atau hamper seluruh tubuh, biasanya disertai skuama.
Eritroderma adalah kemerahan yang abnormal pada kulit yang menyebar luas ke daerah-daerah tubuh (kamus saku kedokteran, Dorland).
Eritroderma, dimana seluruh badan kalihatan kemerahan (eritema), berasa kasekitan, kegatalan dan bersisik halus (http://aslimtaslim.com).
Eritroderma ditandai dengan warna kulit yang kemerahan dan bias mengakibatkan pasien menggigil kedinginan karena banyak kehilangan kalori yang dilepaskan lewat lesi. Eritroderma dan dermatitis exfoliative biasanya dipakai untuk menjelaskan penyakityang sama dalam literature. Eritroderma dijelaskan sebagai dilatasi yang menyebar dari pembuluh darah kutaneus. Apabila proses inflamasi disertai dengan eritroderma secara subtansial akan meningkatkan proliferasi sel epidermal dan mengurangi waktu transit sel melalui epidermis yang bisa menimbulkan sisik bertanda (http://www.emedicine.com)

B. Etiologi
Penyebab yang umum adalah faktor-faktor genetik, akibat pengobatan dengan medikamentosa tertentu dan infeksi. Penyakit ini bisa juga merupakan akibat lanjut (sekunder) dari psoriasis, eksema, dermatitis seboroik, dermatitis kontak, dermatitis atopik, pitiriasis rubra pilaris, dan limfoma maligna. (FK UGM, Yogyakarta).Eritroderma bisa muncul akibat berbagai penyebab, yang paling sering lanjutan dari tahap dini suatu gangguan kulit. Eritroderma juga bisa disebabkan oleh suatu efek samping dari reaksi obat-obatan. Walau bagaimanapun, sebanyak 30% dari semua kasus eritroderma yang dilaporkan, tidak ada penyebab yang jelas ditemukan. Ini yang dinamakan eritroderma idiopatik.
penyebab-penyebab yang paling sering ditemukan pada tahap awal suatu gangguan kulit yang menyebabkan eritroderma ialah :
Dermatitis terutama dermatitis atopik, dermatitis kontak (alergi atau iritan) dan dermatitis stasis (gravitational eczema) dan pada bayi, dermatitis seborrhoiec. Psoriasis ,Pityriasis rubra pilaris, Penyakit-penyakit blister termasuk pemphigug dan pemphigoid bullosa, Limfoma sel-T kutaneus (Sezary syndrome)Eritroderma juga bisa merupakan simtom atau gejala dari penyakit sistemik seperti : Keganasan interna seperti karsinoma rectum, paru-paru, tuba fallopi, dan kolon. Keganasan hematology seperti limfomabdan leukaemia Penyakit Graf Vs Host Infeksi HIV

C. Manifestasi klinis
Keadaan ini mulai terjadi secara akut sebagai erupsi terjadi bercak-bercak atau eritematous yang menyeluruh disertai gejala panas, rasa tidak enak badan dan kadang-kadang gejala gastrointestinal. Warna kulit berubah dari merah muda menjadi merah gelap. Sesudah satu minggu dimulai gejala eksfoliasi (pembentukan skuama) yang khas dan biasanya dalam bentuk serpihan kulit yang halus yang meninggalkan kulit yang licin serta berwarna merah dibawahnya : gejala ini disertai dengan pembentukan sisik yang baru ketika sisik yang lama terlepas. Kerontokan rambut dapat menyertai kelainan ini eksaserbasi sering terjadi. Efek sistemiknya mencakup gagal jantung kongestif high-output, gangguan intestinal, pembesaran payudara, kenaikan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) dan gangguan temperature.Peningkatan perfusi darah kulit muncul pada eritroderma yang menyebabkan disregulasi temperature (menyebabkan kehilangan pabas dan hipotermia) dan kegagalan output jantung. Kadar metabolic basal meningkat sebagai kompensasi dari kehilangan suhu tubuh.Epidermis yang matur secara cepat kegagalan kulit untuk menghasilkan barier permeabilitas efektif di stratum korneum. Ini akan menyebabkan kehilangan cairan transepidermal yang berlebihan. Normalnya kehilangan cairan dari kulit diperkirakan 400 ml setiap hari dengan dua pertiga dari hilangnya cairan ini dari proses transpirasi epidermis manakala sepertiga lagi dari perspirasi basal. Kekurangan barier pada eritroderma ini menyebabkan peningkatan kehilangan cairan ekstrarenal. Kehilangan cairan transepidermal sangat tinggi ketika proses pembentukan sisik (scaling) memuncak dan menurun 5-6 hari sebelum sisik menghancur.Hilangnya sisik eksfoliatif yang bias mencapai 20-30 gr/hari memicu kapada timbul kaedaan hipoalbuminemia yang biasa dijumpai pada dermatitis exfoliatifa. Hipoalbiminemia muncul akibat menurunnya sintesis atau meningkatnya metabolisme albumin. Edema biasanya paling sering ditemukan, biasanya akibat peralihan cairan ke ekstrasel. Respon imun mungkin bias berubah, sering adanya peningkatan gammaglobulin, peningkatan serum IgE pada beberapa kasus, dan CD4+ sel-T limfositopenia pada infeksi HIV.Penyakit eritroderma dapat disertai dengan / tanpa rasa gatal. Kulit dapat membaik seperti kuli normal lainnya setelah warna kemerahan, putih atau kehitaman bekas psoriasis bernanah (psoriasis postulosa) dan seluruh kulit akan menjadi merah disertai badan menggigil. Penyakit-penyakit yang diduga menyebabkan timbulnya eritroderma yaitu : PsoriasisMerupakan penyakit kronik, residif yang ditandai dengan adanya plak eritematous, berbatas tegas dengan skuama berlapis-lapis berwarna putih keperakan dan biasanya idiopatik. Penyakit ini bias mengenai siku, lutut, kulit kepala, dan region lumbosakral. Fenomena Koebner (yakni munculnya lesi-lesi baru akibat trauma fisis disekitar lesi lama) biasanya positif, tanda Auspitz (adanya bercak kemerahan akibat terkelupasnya skuama yang ada) juga positif, fenomena tetesan lilin (bila ada skuama digaruk, maka timbul warna putih keruh seperti tetesan lilin) positif. Bila tidak ada tanda-tanda tersebut, kausa psoriasis bias disingkirkan. Pitiriasis rubra pilarisMerupakan penyakit eritroskuamosa yang menyerupai psoriasis dan dermatitis seboroik, dengan penyebab idiopatik. Perbedaannya terutama pada orientasi lesi yang folikuler, dengan erupsi yang relative lebih coklat disbanding psoriasis dan dermatitis seboroik. Pitiriasis seboroik jarang atau tak pernah mengenai kulit kepala. Dermatitis seboroik merupakan dermatitis yang terjadi pada daerah seboroik (daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea / lemak), seperti batok kepala, alis, kelopak mata, lekukan nasolabial, dengan kelainan kulit berupa lesi dengan batas tak teratur, dasar kemerahan, tertutup skuama agak kuning dan berminyak.
Dermatitis kontak alergiMerupakan dermatitis yang terjadisetelah adanya kontak dengan suatu bahan, secara imunologis. Reaksi ini termasuk reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Wujud kelainan kulit bias berupa eritem/edema/vesikel yang bergerombol atau vesikel yang membasah, disertai rasa gatal. Bila kontak berjalan terus, maka dermatitis ini dapat menjalar ke daerah sekitarnya dan keseluruh tubuh.
Dermatitis fotokontak alergiMerupakan dermatitis yang terjadi setelah adanya kontak dengan suatu bahan, secara imunologis. Reaksi ini termasuk reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Wujud kelainan kulit bias berupa eritem/edema/vesikel yang bergerombol atau vesikel yang membasah, disertai rasa gatal. Bila kontak berjalan terus, maka dermatitis ini dapat menjalar ke daerah sekitarnya dan keseluruh tubuh.
Dermatitis atopikWujud kelainan berupa papula

D. Patofisioligi
1. Gambaran histologisBerdasarkan penyebabnya eritroderma dibagi menjadi 4 bagian :
a. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemikBanyak obat yang bisa menyebabkan alergi, tetapi yang sering ialah : penisilin dan derivatnya (ampisilin, amoxilin, kloksasilin), sulfonamid, golongan analgesic antipiretik (misalnya asam salisilat, metamisol, parasetamol, fenibutason, piramidon) dan tetrasiklin, termasuk jamu.Alergi obat-obatan bias memaparkan eosinofil diantara infiltrate eosinofil, Mikosis fungoides/sezary syndrome bisa membentuk gambaran infiltrate seperti monotonous band yang terdiri dari sel mononuclear-cerebriform yang besar, sepanjang dermoepidermal junction atau sekitar pembuluh darah di dalam dermis papillary, epidermitropism tanpa spongiosis dan mikroabses pautrier tanpa epidermis
b. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulitPenyakit kulit yang bisa meluas menjadi eritroderma misalnya psoriasis, pemfigus follasius, dermatitis atopik, pitiriasis rubra pilaris, liken planus, dermatitis seboroik pada bayi.
c. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk keganasan dan infeksi fokal alat dalamd. IdiopatikSpecimen histologik tidak spesifik walau bagaimanapun, ulangan biopsy bisa menunjukan bukti dari mikosis fungiodes .

2. Gambaran klinika.
eritroderma akibat alergi obat secara sistemikYang dimaksud masuknya obat secara sistemik yaitu masuknya obat kedalam badan melalui beberapa jalan antara lain :melalui mulut, hidung, suntikan/infus, rektum, vagina, sebagai obat mata, obat kumur, tapal gigi atau obat luar kulit.Umumnya alergi timbul secara akut dalam waktu 10 hari. Mula-mula kulit berwarna kemerahan yang menyeluruh tanpa disertai skuama. Pada waktu penyembuhan baru timbul skuama.b. Eritoderma akibat peluasan penyakit kulit.Yang sering terjadi adalah akibat psoriosis dan dermatitis seboreik pada bayi (penyakit leiner) .
1) Eritroderma akibat psoriasis Pada anamnesis hendaknya ditanyakan apakah pernah menderita psoriasis, penyakit bersifat menahun dan residif dengan skuama yang berlapis-lapis dan kasar diatas kulit yang eritematosa dengan batas yang tegas
2) Penyakit linear = Erirtoderma deskuamativum Kelainan ini hamper selalu memperlihatkan skuama yang banyak dan kekuning-kuningan di kepala.
Usia penderita sekitar 4 minggu s/d 20 minggu.
Keadaan umum baik, biasanya tanpa keluhan. K
kelainan kulit berupa eritemadiseluruh tubuh penderita disertai skuama kasar.
c. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasanYang sering yaitu sindroma sezary.Penyakit ini termasuk limfoma, ada yang mengatakan sadium dini mikosis fungoides, terdapat pada orang dewasa pada laki-laki usia 64 tahun dan pada wanita usia 53 tahun. Ditandai dengan eritema yang menyeluruh disertai skuama yang kasar dan berlapis-lapis dan rasa gatal yang hebat. Juga terdapat infiltrasi pada kulit yang edema. Sebagian penderita terdapat splenomegali, limpadenopati superficial, alopesia, hiperpigmentasi, hyperkeratosis palmaris dan plantaris, serta kuku yang disropi. Adanya sel sezary pada darah perifer dan infiltrasi pada dermis bagian atas adalah agak khas pada biopsy sindroma ini.Eritroderma biasanya muncul pada mereka yang berusia diatas 40 tahun. Biasanya lebih bayak mengenai lak-laki dibandingkan dengan wanita. Gejala dan syndrome eritroderma : Kemerahan kulit general (eritema) dan pembengkakan yang meliputi 90 % atau lebih dari seluruh permukaan kulit. Serous ooze’, hasil dari pakaian yang melekat di kulit dan bau yang tidak menyenangkan. Penyisikan 2-6 hari selepas onset eritema, seperti empingan yang besar. Berbagai derajat kegatalan yang kadang kala tidak bisa ditoleransi Penebalan sisik pada kepala dengan berbagai derajat keguguran rambut termasuk kebotakan total Penebalan telapak tangan dan kaki (keratoderma) Pembengkakan kelopak mata isa menyebabkan ectropion (permukaan dalam kelopak mata terpapar keluar) Kuku menjadi pecah dan menebal bahkan sampai tercabut Eriroderma yang lama bias menyebabkan perubahan pigmen (bercak coklat dan/atau putih pada kulit) Infeksi sekunder bisa menyebabkan munculnya pustule dan krusta Pembesaran kelenjar limfe (limfadenopati) Kontrol temepratur yang abnormal yang mengakibatkan demam dan menggigil atau hipotermia Meninkatkan denyut jantungsebagai akibat dari gagal jantung yang tidak ditangani atau kasus-kasus berat yang biasanya terjadi pada orang tua Kadar elektrolit yang abnormal serta dehidrasi akibat kehilangan cairan lewat kulit Kadar serum albumin yang rendah akibat kehilangan protein dan peningkatan kadar metabolik

E. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi, yaitu : Infeksi sekunder oleh bakteri Septikemia Diare Pneumoni Gangguan metabolic melibatkan suatu resiko hipotemia, dekompensasi kordis, kegagalan sirkulasi perifer, dan tromboplebitis. Bila pengobatan kurang baik akan terjadi degenerasi visceral yang menyebabkan kematian.(FK UGM, Yogyakarta)

F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit dan mencegah infeksi tetapi bersifat individual serta suportif dan harus segera dimulai begitu diagnosisnya ditegakan.Pasien harus dirawat di rumah sakit dan harus tirah baring. Semua obat yang terlibat harus dihantikan pemakaiannya, suhu kamar yang nyaman harus dipertahankan karena pasien tidak memiliki kontrol termolegulasi yang normal sebagai akibat dari fluktuasi suhu karena vasodilatasi dan kehilangan cairan lewat evaporasi. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dipertahankan karena terjadinya kehilangan air dan protein yang cukup besar dari permukaan kulit. Preparat expander mungkin diperlukan. (Brunner & suddart)

Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan eusinofilia pada dermatitis exfoliativa oleh karena dermatitis atopik. Gambaran lainnya adalah sedimen yang meningkat, turunnya albumin serum dan globulin serum yang relatif meningkat, serta tanda disfungsi kegagalan jantung dan intestinal (tidak spesifik).(Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992)TerapiPerawatan di rumah sakit sangat dianjurkan untuk memperoleh perawatan medis dan pemeriksaan laboratorium yang baik. Pengobatan topikal pelembut (untuk mandi berupa emulsi dan mungkin juga bentuk-bentuk lain) sangat membentu. Kortikosteroid (prednisone 40 mg setiap hari dalam dosis pemeliharaan) juga diberikan. Obat-obat tersebut mengurangi kekakuan dari gejala yang ada. Antibiotik diperlukan juga bila diduga ada infeksi sekunder.Perawatan di rumah sakit tidak diperlukan bila pasien dianggap kooperatif dengan dokter yang merawat, para pasien/penderita dermatitis exfoliativa menunjukan adanya perbaikan , hanya dengan sistem rawat jalan saja. (FK UGM, Yogyakarta)
Pengobatan Sistemik Diet tinggi protein pada eritroderma yang sudah lama Kortikosteroid oral : prednisonGolongan
1 : dosis prednison 3 x 10 mg – 4 x 10 mg/hari Obat yang dicurigai sebagai penyebab dihentikanGolongan
2 : dosis permulaan 4 x 10 mg Jika tak tampak perbaiakan dalam beberapa hari dosis dinaikan. Bila tampak perbaikan dosis diturunkan perlahan. Kalau akibat penyakit linear, dosis prednison 3 x (1-2) mg/hari. Kalau akibat terapi lokal pada psoriasis maka dihentikanGolongan
3 : syndrome sezary : selain kortikosteroid, juga sistostatika (klorambusil 2-6 mg sehari) Lokal : Diolesi emoliea, misalnya salep lanolin 10 %(Cermin Dunia Kedokteran No. 32, 1984)
PrognosisDermatitis exfoliativa memiliki prognosis yang kurang baik sementara banyak penulis lain yang mengatakan bahwa prognosis dermatitis exfoliativa pada umumnya baik; tentu saja tidak terlepas dari faktor penyakit yang mendasari dan kondisi penderita itu sendiri. (FK UGM, Yogyakarta)

G. Asuhan keperawatan
1. PengkajianPengkajian keperawatan berkelanjutan dilaksanakan untuk mendeteksi infeksi. Kulit yang mengalami desrupsi eritematosa basah amat rentan terhadap infeksi dan dapat menjadi tempat kolonisasi organisasi pathogen yang amat memperberat inflamasi. Anti biotic yang diresepkan dokter jika terdapat infeksi dipilih berdasarkan hasil kultur dan tes sensitifitas. “Pasien diobservasi untuk memantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung kongestif karena hiperenia serta peningkatan aliran darah kulit dapat menimbulkan gagal jantung yang dapat menyebabkan high-output.”Hipotermia dapat pula terjadi karena peningkatan aliran darah dalam kulit yang ditambah lagi dengan kehilangan air lewat kulit sehingga terjadi kehilangan panas lewat radiasi, konduksi dan evaporasi. Perubahan pada tanda-tanda vital harus dipantau dengan ketat dan dilaporkan.Sebagaimana setiap dermatitis yang akut, terapi topikal digunakan untuk meredakan gejala (terapi simtomatik). Rendaman yang meringankan gejala kompres dan pelemasan kulit dengn preparat emolien dipakai untuk mengobati dermatitis yang kuat. Pasien cenderung menjadi sangat mudah tersinggung karena rasa gatalnya yang hebat. Preparat kortikosterid oral atau parenteral dapat diresepkan kalau penyakit tersebut tidak terkendali oleh terapi yang lebih konservatif. Setelah penyebabnya yang spesifik, terapi yang diberikan dapat lebih spesifik. Pasien dinasehati untuk menghindari semua iritan demasa mendatang, khususnya obat-obatan (Brunner & Suddart).

2. Diagnosa Keperawatana) Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan transdermal dan edema.
b) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kulit kering bersisik.
c) Gangguan body image berhubungan dengan perubahan pigmen kulit.
d) Resti infeksi berhubungan dengan postula dan krusta.

Daftar Pustaka
1. http://aslimtaslim.com

2. http://www.emedicine.com

3. Dermatitis Exfoliativa Imtikhananik.Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.

4. Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8, Volume 3. EGC : Jakarta.

5. Siregar, dkk. 1990. Ekzema Dermatitis, dalam : Harahap, M. (ed) : Penyakit Kulit. Gramedia : Jakarta.

6. Utama Wahyudhy, Harry. S.Ked dan Kurniawan, Dedy. S.Ked. 2007. Erupsi Alergi Obat. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya : Palembang.

7. http://journal.lib.unair.ac.id/index.php/bipkk/article/view/146

8. http://www.Gatra.com. 2004-04.

9.http://journal.lib.unair.ac.id/index.php/bipkk/article/view/928

10. http://www.portalkalbe.com. Oleh : Adhi, Djuanda. Dr. Pengobatan Dengan Kortikosteroid Sistemik dalam Dermatolog. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM : Jakarta.

11. Doenges,Marlynn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.EGC : Jakarta.

12. Nanda.Panduan Diagnosa Keperawatan : definisi dan klasifikasi 2005-2006. Prima medika : Jakarta.


PENGKAJIAN ENDOKRIN

A. Masalah Keperawatan Gangguan volume cairan: defisit cairan
1. Diagnosa Keperawatan : Defisit volume cairan berhubugan dengan aupan yang dibatasi, mual dan diuresis osmotic dampak dari hiperglikemia

Pengkajian:
a. Riwayat keperawatan
1) Riwayat (status) Nutrisi yang tidak seimbang
2) Riwayat keluarga yang berhubungan dengan penyakit pencernaan ada system endokrin
3) Riwayat adanya faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan
4) Riwayat yang berhubungan dengan:
- nafsu makan, perubahan BB
- Kebiasaan makan dan minum
- Riwayat pola makan dan minum
- Kesulitan mengunyah atau menelan
- Kebiasaan BAB,BAK
- Mekanisme koping yang berhubungan dengan stresb.
Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
- adanya tanda kurang cairan:
turgor menurun, kulit kering
- perubahan mukosa mulut dan lainnya
2) Auskultasi
- Bising usus, peristaltic usus meningkat-
3) Perkusi
- suara abdomen abnormal
- daerah hepar, limpa, kandung kemih, perkusi ginjal
4) Palpasi
- Cara dangkal, tekanan sedang, hepar, limfa, ginjal
- Nyeri tekan daerah abdomenc.
Pemeriksaan penunjang
- laboratorium darah: GD meningkat, darah kima dan elektrolit menurun,
- IWL menurun
- Jumlah balance cairan cenderung negatif

B. Masalah keperawatan : Perubahan Nutrisi
1. Diagnosa keperawatan : Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan:
a. Asupan oral menurun, anoksia, mual, terasa lambung penuh, nyeri abdomen, penurunan kesadaran
b. Defisiensi glukokortikoid, metabolisme lemak abnormal, protein dan karbohidrat
c. Peningkatan metabolisme (pemasukan dengan penurunan berat badan)
d. Kekurangn insulin yang relatif; hiperglikemia
e. Ketidakcukupan insulin
f. Status hipermetabolisme; pelepasan hormon stress, proses infeksi

Pengkajian :
a. Riwayat keperawatan
1) Adanya riwayat mual/ muntah
2) Ada riwayat diet tinggi purin
3) Adanya keluhan anoreksia berat
4) Berat badan turun drastic
5) Riwayat diare
6) Napsu makan meningkat, makan banyak, makan sering
7) Adanya riwayat akan ketidakpatuhan terhadap diet; peningkatan asupan glukosa/ karbohidrat
8) Adanya keluhan banyak keringat, Sering buang air kecil, Adanya riwayat sering haus
9) Riwayat penyakit keluarga: DM, hipertiroidism/ hipotiroidism, goiter, obesitas, penyakit autoimun; adrenalhiperplasia
10) Riwayat penyakit dahulu: Mumps, rubella, infeksi virus lain, trauma, infeksi pada pancreas, kehamilan, melahirkan dengn berat badan bayi >9 lb, cushing syndrome
11) Adanya riwayat luka yang lama sembuh terutama di tungkai
12) Kesulitan menelan menunjukkan adanya hiperplasia tiroid atau inflamasi
13) Riwayat pemasukan cairan dan faktor lingkungan
14) Riwayat pembedahan daerah abdomen
15) Riwayat yang berhubungan dengan perkemihan:
- Pola bak, berapa kali dan berapa banyaknya
- Apakah mengetahui perubahan pola eliminasi yang terjadi
- Riwayat pola minum
- Jenis urine yang keluar; keruh, berdarah
- Apakah ada rasa sakit didaerah lokasi perkemihan
- Kebiasaan BAB,BAK
- Mekanisme koping yang berhubungan dengan stress
- Adanya nyeri abdomen

16) Riwayat tumbuh kembang mengalami gangguan

b. Pemeriksaan fisikKondisi Umum:
1) Pengkajian tingkat kesadaran: adanya penurunan skala koma glasgow serta orientasi klien
2) Kelemahan otot
3) Kekakuan / distensi otot abdomen
4) Bau halitosis/; manis, bau buah (napas aceton)
5) HR meningkat, palpitasi, Suhu tubuh meningkat
6) Inspeksi
- bentuk abdomen, warna kulit, simetrisitas, pergerakan abdomen
- Pertumbuhan rambut tubuh yang berlebihan
- Ada lesi pada kulit dan ulkus terutama pada kaki
- Pada mata terjadi eksoptalmus
7) Auskultasi- Bising usus, peristaltic usus cenderung meningkat-
8) Perkusi
- suara abdomen
- daerah hepar, limpa, kandung kemih, perkusi ginjal
9) Palpasi
- Cara dangkal, tekanan sedang, hepar, limfa, ginjal
- Teraba pulsasi nadi carotis yang kuat
- Kulit kering, hangat, tidak elastis.
- Pembesaran tiroid, goiter

2. Pemeriksaan penunjang
1) Kadar glukosa dalam darah ( NPP / KH) dan glukosa dalam urine: hipoglikemia atau hiperglikemia
2) Kadar T3, T4 dan TSH menunjukkan adanya peningkatan
3) Glukosa toleransi test menunjukkan adanya peningkatan
4) Pemeriksaan kadar keton dalam urine menunjukkan adanya ketonuria
5) Lekosit menunjukkan lekositosis
6) Blood urea nitrogen meningkat
7) Adanya peningkatan kreatinin, trigliserida dan kolesterol
8) EKG : dysritmia, atrial fibrilasi, hipertropi jantung

C. Masalah keperawatan : Resiko terjadi Sepsis
1. Resiko tinggi terjadi sepsis b.d glukosa meningkat, menurunnya fungsi leukosit, perubahan sirkulasi
Pengkajian :
a. Riwayat keperawatan
1) Timbulnya tanda dan gejala kelainan edokrin
2) Status mental tidak stabil/gelisah,kecemasan
3) Kemungkinan ada riwayat infeksi, trauma dan apakah sedang menjelani terapi radiasi
4) Mengalami kesulitan tidur
5) Mengalami kelemahan dan kelelahan
6) Badan gemetaran
7) Urine keluar lebih banyak dari jumlah pemasukan
8) Penurunan atau peningkatan nafsu makan
9) Mengalami gangguan eliminasi BAB
10) Mengalami kesulitan dalam berjalan

b. Pemeriksaan Fisik
1) Palpasi
2) Inspeksi
3) Auskultasi
4) Perkusic.

Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Lab hematology
- HB,Ht menurun, LED Meningkat, Leukosit meningkat, Trombosit dapat naik/turun, eritrolsit bias normal/menurun
- Kimia darah Ureum/kreatinin normal/meningkat, natrium menurun, kalium menurun/normal
- GD Meningkat
2) Analisa gas darah- asidosis metabolic, alkalosis metabolik
3) Radiologi

D. Masalah keperawatan : Resiko cedera
1. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan menurunnya sensasi taktil, menurunnya ketajaman penglihatan dan hipoglikemia
Pengkajian :
a. Riwayat keperawatan
1) Riwayat penyakit dahulu (DM, Hipertiroid, Addison)
2) Riwayat disorientasi (tempat, waktu, orang)
3) Riwayat gangguan psikososial (kecemasan)
4) Riwayat penyakit parestesia, kelemahan otot

b. Pemeriksaan Fisik
1) Mengeluh pusing, sakit kepala, ekpresi wajah kesakitan dan cemas
2) Merasa baal, kelemahan otot, kesemutan
3) Deman
4) Mengeluh ada gangguan penglihatan
5) Gangguan integritas kulit (kulit terasa kuring, adanya lesi)
6) Pasien tampak bingung, letargi, disorientasic.

Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium darah : peningkatan kadar gula darah, peningkatan nilai potassium, sodium, natrium, sel darah putih menurun atau meningkat
2) Pemeriksaan urine: reduksi positif
3) Pemeriksaan T3 T4 & TSH meningkat4) MRI dan CT Scan teridentifikasi faktor penyebab (tumor)

E. Masalah keperawatan: Ketidakberdayaan
1. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang, ketergantungan dengan orang laina.
Riwayat keperawatan
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan penunjang

F. Masalah keperawatan : Perubahan/gangguan pertumbuhan dan perkembangan
G. Masalah keperawatan : Psikososial, kenyamanan, kecemasan
1. Gangguan Konsep diri berhubungan dengan
Pengkajian:
Pengkajian :
a. Riwayat keperawatan
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan penunjang

2. Kecemasan : Berat, sedang, ringan berhubungan dengan mekanisme koping inefktif status hipermetabolik (stimulasi SSP) , efek pseudokatekolamin dari hormon tiroid.
Pengkajian :
a. Riwayat keperawatan
1) Riwayat keluarga yang mengalami masalah tiroid
2) Riwayat hipotiroid
3) Riwayat pemakaian insulin
4) Riwayat gangguan jantung
5) Riwayat pembedahan
6) Riwayat gangguan pernapasan

b. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda – tanda vital
2. Status emosional
3. gangguan status mental dan perilaku
4. Tonus otot
5. Gangguan koordinasi
6. Palpitasi
7. Pembesaran tiroid

c. Pemeriksaan penunjang
1. EKG : untuk mengetahui adanya palpitasi
2. Pemeriksaan katekolamin
3. Pemeriksaan elektrolit
4. Pemeriksaan gula darah

H. Masalah keperawatan : Kurang pengetahuan; Penyakit dan pengobatannya
1. Kurang pengetahuan: penyakit, prognosis, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interpretasi imformasia.
Riwayat keperawatan
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan penunjang

I. Masalah Keperawatan : Gangguan integritas kulit
1. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolic, perubahan sensasi, perubahan sirkulasi perifer.
Pengkajian :
a. Riwayat keperawatan :
1) Riwayat DM
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga dengan DM
4) Riwayat luka yang tidak sembuh

b. Pemeriksaan Fisik :
1) Inspeksi
- Keadaan luka : berwarna kehitaman
- Kulit kering
- Adanya lesi
2) Palpasi
- terasa dingin, nyeri tekan daerah luka
- kapileri refill lebih dari 3 dtkc.

Pemeriksaan Diagnostik :
1) Pemeriksaan gula darah
2) Reduksi urine
3) Albumin / globulin
4) Ureum kreatinin

Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktifitas
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan, lemah, letargi, penurunan berat badan
Pengkajian:
a. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat penyakit Addison
2. Riwayat penyakit DM
3. Riwayat penyakit Jantung
4. Riwayat fraktur pada ekstremitas
5. Riwayat sindrom cushing

b. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan tanda-tanda vital, perubahan tanda-tanda vital pada saat beraktifitas meningkat atau menurun merupakan petunjuk penting gangguan endokrin
2. Menanyakan keadaan otot seperti lemah, lelah, nyeri bila ada apakah terjadi penurunan fungsi setiap harinya
3. Pemeriksaan berat badan atau kondisi tubuh apakah terjadi penurunan dengan cepat
4. Pemeriksaan atropi otot dapat terjadi pada sindrom cushing, hipotiroidisme, hipertiroidisme. 5. Pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas
6. Pemeriksaan kelemahan yang terjadi secara umum atau pada area tertentu
7. Pernah memperhatikan terjadinya kedutan otot, hal ini dapat terjadi karena peningkatan sekresi hormon antidiuretik/penururnan sekresi parathormon aldesteron
8. Pernah merasa kebas atau kesemutan pada lengan atau kaki sensasi ini mengidentifikasi neuropati perifer sensori
9. Terjadi tremor ekstremitas yang halus dan berirama
10. Pemeriksaan perubahan warna kemerahan/kebiruan yang dependen dan tidaj adanya rambut dapat mengidentifikasi insufisiensi vaskuler berhubungan dengan diabetes militusc.

Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan kadar gula darah, peningkatan kadar gula darah dapat menyebabkan kram otot dan penurunan tonus otot
2. Pemeriksaan kadar hormon hipopituitaris, hipotiroidisme dapat menyebabkan lelah, letargi/lelah.

PEMERIKSAAN LAB-DIAGNOSTIK DAN INTERPRETASINYA PADA SISTEM KARDIOVASKULER

I. Peralatan Pemeriksaan Non Invasive Jantung
II. Peralatan Pemeriksaan Invasive Jantung
I. Pemeriksaan Non Invasive
1. Foto Thorax
2. EKG
3. Treadmill exercise Chest test/ Treadmill test
4. Echocardiography
5. Nuclear cardiology
6. MRI / CT imaging

II. Pemeriksaan Invasive/ kateterisasi
1. Corangiography (untuk deteksi PJK)
2. Right / left heart study (untuk evaluasi kelainan valvuler/ congenital)
3. Elektrofisiologi, untuk evaluasi aritmia
4. Angioskopi untuk menilai karakteristik plak aterosklerosis

A. Peralatan Tindakan Interventrial
1. BMV : Balloon Mitralvalve Valvuloplasty
2. PTCA : Percutaneus Transluminary Coronary Angioplasty dengan pemasangan stent /drugs eluting stent
3. Electrical ablatio therapy
4. Rotablator therapy

B. Tindakan Operative
1. CABG : Coronary Artery Bypass Graffing
2. Mitral / Aortic Valve Replacement atau MVR / AVR/ (Repair)

I. Pemeriksaan Non Invasive
1. Foto Thorax PA
- Jantung : Melihat bentuk dan pembesaran jantung
- Paru : Melihat tanda-tanda kongesti paru pada gagal jantung kongestif
2. EKG
3. Treadmill test (TMT)
- Prinsipnya :
a. Perekam EKG bersama dengan aktifitas (exercise EKG)
b. Merupakan pemeriksaan non invasive tetapi termasuk pemeriksaan pro vocative.
c. Termasuk seleksi kedua untuk deteksi penderita coroner sesudah EKG istirahat (resting EKG).
- Perekaman EKG sebelum, saat exercise dan sesudah recovery
- Ada dua peralatan :
Ergocycle
Treadmill
- Merupakan pemeriksaan yang luas dipakai untuk deteksi dan sekaligus estimasi prognose PJK.
- Protokol pelaksanaan biasanya pakai protokol Bruce yang sudah dimodifikasi.-
- Selama Treadmill, EKG, tekanan darah dan keluhan pasien harus dimonitor.
- Dilakukan sampai “simptom- limited”.
- Test dihentikan apabila :
- timbul nyeri dada berat
- sesak nafas berat
- dizziness
- rasa capek yang berat
- ST depresi ≥ 2 mm
- Tekanan sistol turun lebih dari 10 mHg
- Timbul aritmia ventrikuler
- Treadmill test dianggap positif PJK apabila ST depresi sama atau lebih dari 1mm-
- Disamping mendeteksi PJK, TMT juga dapat :
- Mengetahui status fungsional dari si terperiksa yang implikasinya, untuk dapat merekomendasi dari aktvitas / kerja sehari-hari, apa saja yang dapat dilakukan.
- Deteksi aritmia :hilang saat TMT
- kausa extra cardial.
- bertambah berat saat TMT, biasanya karena ada kelainan organik
- Seyogianya individu yang bekerja berhubungan dengan keselamatan orang banyak (supir bus, pilot) perlu pemeriksaan TMT secara berkala
- Echocardiografi (Trans Thoracal Echocardiografi = TTE)Prinsip pemeriksaan dengan Ultrasound (USG)
- Echocardiografi (2D; two dimensional) Dapat mem-visualisasikan pergerakan jantung secara akurat sesuai dengan “real time”, meliputi :
- myocardium
- rongga jantung
- katup-katup jantung
- pericardium
- pembuluh darah besar

Echo Doppler/ Color Doppler
- dapat mengetahui hemodinamik secara non invasive, yang apabila dilakukan oleh tenaga “expert” hampir sama hasilnya dengan pemeriksaan invasive (kateterisasi).
- dapat mengevaluasi cardiac structure dan performance secara cepat, bahkan dalam keadaan emergency sekalipun. (tidak perlu persiapan)
- Echo Doppler (Color doppler dapat mendeteksi secara cepat apakah valve stenosis atau regurgitasi
-Bila dengan TTE kurang adekuat terutama untuk melihat bagian posterior jantung, boleh dilakukan TEE (Trans Esophageal Echocardiografi).
- Jarak dari proximal esophagus sangat dekat dengan jantung, akan memperlihatkan struktur bagian belakang jantung (aorta, atrium kiri dan appendix) terlihat lebih jelas, terutama bila ada trombus atau massa di atrium kiri
- Modifikasi lain dari Echo adalah stress echocardiografi.


PEMERIKSAAN INVASIVE
Kateterisasi :
- Kiri
- Kanan
Tehnik :Mendorong kateter melalui :
- Vena untuk evaluasi jantung kanan
- Arteri untuk evaluasi jantung kiri
Tujuan :
- Kateterisasi Jantung KananMengetahui saturasi O2 dan tekanan darah pada semua bagian jantung kanan mulai dari Vena Cava sampai Arteri Pulmonari.
- Kateterisasi Jantung KiriMengetahui saturasi O2 dan tekanan darah dari bagian Kiri Jantung, Aorta kecuali Arterium Kiri.


COROANGIOGRAFI
Tehnik pemeriksaan : sama dengan kateterisasi jantung
Ada dua jenis kateter :
- Untuk A Coronary Kanan
- Untuk A Coronary Kiri
Kateter untuk Artery Coronary KananKateter didorong sampai pangkal Aorta. Kateter untuk A Coronary Kanan sudah dirancang sedemikian rupa, bila didorong ke Pangkal Aorta maka ujung kateter, persis dimulut (ostium) Artery Coronary Kanan. Bahan contras disemprotkan
masuk ke artery coronary kanan dan cabang-cabangnya.

Tujuan : Untuk melihat tingkat, derajat dan besarnya penyumbatan stenosis coroner.
Kateter untuk Artery Coronary KiriKateter untuk arteri kiri didorong sampai pangkal aorta hingga diprogram tepat di pangkal aorta kiri. Contras disemprotkan masuk ke artery coronary kiri dan cabang-cabangnya.

Tujuan : sama dengan coronary angiografy kanan.

ASKEP INFARK MIOKARD AKUT

A. DEFINISI
Infark miokardium adalah kematian sebagian otot jantung (miokard) secara mendadak akibat terhentinya sirkulasi koroner yang ditandai dengan adanya sakit dada yang khas lebih dari 30 menit, tidak hilang dengan istirahat dan dengan pemberian antiangina (nitrogliserin). (Rokhaeni, et. Al. 2001).Infark miokardium mengacu pada proses Rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang (Smeltzer & Bare, 2002)

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
AMI disebabkan oleh karena atherosklerosis atau penyumbatan total atau sebagian oleh emboli dan atau thrombus.Adapun faktor resiko yang menyebabkan terjadinya AMI adalah :
1. Faktor resiko yang dapat diubah
a. MayorMerokok, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia, hiperkolesterolemia dan pola makan (diit tinggi lemak dan tinggi kalori).
b. MinorStress, kepribadian tipe A (emosional, agresif, dan ambivalen) dan inaktifitas fisik
2. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a. Hereditas/keturunan
b. Usia lebih dari 40 tahun
c. Ras, insiden lebih tinggi pada orang berkulit hitamd. Sex, pria lebih sering terjadi daripada wanita

C. MANIFESTASI KLINIS
Kejadian Ami sering didahului oleh faktor pencetus yang utama adalah kegiatan fisik yang berat dan stress emosi.
1. Rasa nyeriNyeri bervariasi intensitasnya, kebanyakan nyeri hebat lamanya 30 menit sampai beberapa jam, sifatnya seperti ditusuk-tusuk, ditekan, tertindik, dipaku, dibor, dibakar, lokasi nyeri biasanya pada regio sternal dapat menjalar pada kedua sisi dada, bahu, leher, rahang, dagu, pinggang dan lengan kiri
2. Mual dan muntahDiakibatkan karena nyeri hebat dan reflek vasosegal yang disalurkan dari area kerusakan miokard ke traktus gastro intestinal
3. Dyspnea, takikardia dan peningkatan frekuensi pernafasan
4. Keletihan
5. Rasa cemas, gelisah dan kadang marahRespon psikologis sebagai akibat serangan jantung yang menyiksa dan ketakutan akan mati serta pengalaman syok dan nyeri sebelumnya
6. Panas-demamKadang didapatkan pada pasien AMI sebagai respon peradangan
7. OliguriJumlah produksi urin kurang dari 30-40 ml/jam, akibat hipoksia sel neuron oleh karena peprfusi jaringan yang tidak adekuat yang disebabkan oleh hipotensi dan penurunan COP

D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Infark miokard akut sering terjadi pada orang yang memiliki satu atau lebih faktor resiko seperti : obesitas, merokok, hipertensi dan lain-lain. Faktor-faktor ini disertai dengan proses kimiawi terbentuknya lipoprotein di tunika intima yang dapat menyebabkan interaksi fibrin dan patelet sehingga menimbulkan cedera endotel pembuluh darah korner.Interaksi tersebut menyebabkan invasi dan akumulasi lipid yang akan membentuk plak fibrosa. Timbunan plak menimbulkan lesi komplikata yang dapat menimbulkan tekanan pada pembuluh darah dan apabila ruptur dapat terjadi thrombus. Thrombus yang menyumbat pembuluh darah menyebabkan aliran darah berkurang, sehingga suplay O2 yang diangkut dara ke jaringan miokardium berkurang yang anaerob yang berakibat penumpukan asam laktat. Asam laktat yang meningkat menyebabkan nyeri dan perubahan pH endokardium yang menyebabkan perubahan elektro fisiologi endokardium, yang pada akhirnya menyebabkan perubahan sistem konduksi jantung sehingga jantung mengalami disritmia.Iskemik yang berlangsung lebih dari 30 menit menyebabkan kerusakan otot jantung yang ireversibel dan kematian otot jantung (infark). Miokardium yang mengalami kerusakan otot jantung atau nekrosis tidak lagi dapat memenuhi fungsi kontraksi dan menyebabkan keluarnya enzim dari intrasel ke pembuluh darah yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium. Otot jantung yang infark mengalami perubahan selama penyembuhan. Mula-mula otot jantung yang mengalami infark tampak memar dan siarotik karena darah di daerah sel tersebut berhenti. Dalam jangka waktu 2 4 jam timbul oedem sel-sel dan terjadi respon peradangan yang disertai infiltrasi leukosit.Infark miokardium akan menyebabkan fungsi vertrikel terganggu karena otot kehilangan daya kontraksi. sedang otot yang iskemik disekitarnya juga mengalami gangguan dalam daya kontraksi secara fungsional infark miokardium akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada daya kontraksi, gerakan dinding abnormal, penurunan stroke volume, pengurangan ejeksi peningkatan volume akhir sistolik dan penurunan volume akhir diastolik vertrikel.Keadaan tersebut diatas menyebabkan kegagalan jantung dalam memompa darah (jatuh dalam dekompensasi kordis) dan efek jantung ke belakang adalah terjadinya akumulasi cairan yang menyebabkan terjadinya oedem paru-paru dengan manifestasi sesak nafas. Sedangkan efek ke depan terjadinya penurunan COP sehingga suplay darah dan oksigen sistemik tidak adekuat sehingga menyebabkan kelelahan.


E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Elektrokardiografi (EKG) Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
- Lead II, III, aVF : Infark inferior
- Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
- Lead V2-V4 : Infark anterior
- Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
- Leada I, aVL : Infark high lateral
- Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
- Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral
Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu.
2. Ekokardiogram
Digunakan untuk mengevaluasi lebih jauh mengenai fungsi jantung khususnya fungsi vertrikel dengan menggunakan gelombang ultrasoouns
3. Laboratorium- Peningkatan enzim CK-MB, CK 3-8 jam setelah sernagan puncaknya 10-30 gram dan normal kembali 2-3 hari- Peningkatan LDH setelah serangan puncaknya 48-172 jam dan kembali normal 7-14 hari- Leukosit meningkat 10.000 – 20.000 kolesterol atau trigliserid meningkat sebagai akibat aterosklerosis
4. Foto thorax roentgenTampak normal, apabila terjadi gagal jantung akan terlihat pada bendungan paru berupa pelebaran corakan vaskuler paru dan hipertropi ventrikel
5. Percutaneus Coronary Angiografi (PCA)Pemasangan kateter jantung dengan menggunakan zat kontras dan memonitor x-ray yang mengetahui sumbatan pada arteri koroner
6. Tes TreadmillUji latih jantung untuk mengetahui respon jantung terhadap aktivitas


F. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologia. Vasodilator
Vasodilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalah nitroglyserin, baik secara intra vena maupun sublingual. Efek samping vasodilator yaitu dapat menurunkan preload, beban kerja jantung dan afterloadb. AntikoagulanHeparin adalah antikoagulan pilihan utama, heparin bekerja memperpanjang waktu pembekuan darah sehingga mencegah pembentukan thrombusc. TrombolitikUntuk melarutkan thrombus yang telah terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan meluasnya infark, trombolitik yang biasa digunakan adalah streptoknase, aktifalti plasminogen jaringan (5-14) dan amistrptelased. AnalgetikPemberian dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif dengan pemberian nitrat dan antikoagulan, analgetik pilihan adalah morfin sulfat secara IV2. Pemberian sediaan O2 sesuai dengan kebutuhan/kondisi3. Bed rest bertahap sesuai dengan kondisi4. Tindakan/intervensi pembedahan (medis)a. Percutaneus Coronary Intervensi (PCI)Dilakukan biasanya bersama PTCA atau sesuai dengan kondisin pasien. Dengan menggunakan katerisasi jantung plak ateroma/thrombus pen yebab penyumbatan pada arteri koroner dipecah dan dilarutkan pembuangan sehingga dapat memperbaiki vaskulariaisi koronerb. Revaskularisasi koronerIntervensi bedah jantung dengan melakukan tandur pintas arteri koroner
FOKUS NTERVENSI
1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
Setelah dilakukan intervensi diharapkan pola nafas dapat efektif.

Kriteria hasil :
- Dispnea (-), takikardia (-), gelisah (-)
- Sesak nafas hilang
- RR= 18-24x/mnt
- N=80-100x/mnt

1. Tinggikan kepala semi fowler
2. Berikan O2 tambahan sesuai advis
3. Pasang monitor TD, N, RR
4. Catat frekuensi pernafasan
5. Auskultasi bunyi nafas, catat area yang menurun
6. Observasi penyimpangan dada, selidiki penurunan ekspansi/ ketidakmetrisan gerakan dada
7. Tekankan menahan dada dengan bantal selama nafas dalam/batuk2

Nyeri akut berhubungan dengan iskemia miokard
Setelah dilakukan intervensi diharapkan klien dapat mengontrol nyeri
Kriteria hasil :
- Tampak rileks,
- skala nyeri berkurang,
- klien dapat istirahat
- klien mampu menggunaan metode distraksi
- TD =110/80mmHg – 130-90mmHg
- Hasil EKG = normal
- N = 80-100/mnt

1. Berikan anti angina vasodilator (nitrogliserin) penyebar adrenergik, antikoagulan, trombolitik, analgetik
2. istirahatkan klien
3. Berikan O2 tambahan
4. pantau hasil EKG ulang
5. Pantau dan observasi respon verbal dan non verbal terhadap nyeri
6. Pantau respon hemdinamik TD, nadi
7. Berikan posisi yang nyaman
8. Anjurkan untuk menggunakan teknik manajemen nyeri (relaksasi, distraksi, nafas dalam)

3 Penurunan COP berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal Setelah dilakukan intervensi diharapkan curah jantung adekuat

Kriteria hasil :
- Status hemodinamik
- Tidak ada sianosis
- Akral hangat
- Kap.refill < hr =" 80-100x/mnt" sao2 =" 100%" hr =" 80-100x/mnt" td =" 110/80-130/90mmHg" style="font-weight: bold;">DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., et.all. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI. Jakarta : EGC.

Price, S.A. & Wilson, L.M. (1995). Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Rokhaeni, dkk. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Harapan Kita.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

ASKEP PADA KLIEN ASMA BRONKIAL

1. Definisi:
Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakhea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang manifestasinya berupa kesukaran bernapas, karena penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajad penyempitannya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat-obatan. Kelainan dasarnya, tampaknya suatu perubahan status imunologis si penderita. (United States Nasional Tuberculosis Assosiation 1967).

2. Klasifikasi
Secara etiologis asma bronkial dibagi dalam 3 tipe:
2.1 Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah: serangan timbul setelah dewasa, pada keluarga tidak ada yang menderita asma, penyakit infeksi sering menimbulkan serangan, ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik, rangsangan psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi asma, perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan keadaan peka bagi penderita.

2.2 Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik).Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan terhadap alergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial.Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak kanak-kanak, pada famili ada yang menderita asma, adanya eksim pada waktu bayi, sering menderita rinitis.Di Inggris jelas penyebabya House Dust Mite, di USA tepungsari bunga rumput.

2.3 Asma bronkial campuran (Mixed)Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.

4. Beberapa faktor yang sering menjadi pencetus serangan asma ialah:a. Alergen, baik yang berupa inhalasi seperti debu rumah, tungau, serbuk sari, bulu binatang, bulu kapas, debu kopi/teh, maupun yang berupa makanan seperti udang, kepiting, zat pengawet, zat pewarna dsb.b. Infeksi saluran napas, terutama oleh virus seperti Respiratory syncitial, parainfluensa, dsb.c. Ketegangan atau tekanan jiwa.d. Olahraga/kegiatan jasmani, terutama lari.e. Obat-obatan seperti penyekat beta, salisilat, kodein, dsb.f. Polusi udara atau bau yang merangsang seperti asap rokok, semprot nyamuk, parfum, asap industri, dsb.

5. Penatalaksanaan:
1. Waktu serangan.
a Bronkodilatora. Golongan adrenergik: Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15 menit, apabila belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat diulang sekali lagi 15 menit kemudian. Untuk anak-anak diberikan dosis lebih kecil 0,1 – 0,2 cc.
b. Golongan methylxanthine: Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara intravena, pelan-pelan 5 – 10 menit, diberikan 5 – 10 cc. Aminophilin dapat diberikan apabila sesudah 2 jam dengan pemberian adrenalin tidak memberi hasil.
c. Golongan antikolinergik: Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah menghambat enzym Guanylcyclase.

Antihistamin.Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada yang setuju tetapi juga ada yang tidak setuju.

Kortikosteroid.Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta Adrenergik. Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.

Antibiotika.Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai profilaksis infeksi, ada infeksi sekunder.

Ekspektoransia. Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa ekspektoran adalah: air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril guaiacolat (ekspektorans)

2. Diluar seranganDisodium chromoglycate. Efeknya adalah menstabilkan dinding membran dari cell mast atau basofil sehingga: mencegah terjadinya degranulasi dari cell mast, mencegah pelepasan histamin, mencegah pelepasan Slow Reacting Substance of anaphylaksis, mencegah pelepasan Eosinophyl Chemotatic Factor).

Pengobatan Non Medikamentosa:
1. Waktu serangan:
1.1 pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas dasar gejala klinik maupun hasil analisa gas darah.
1.2 pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan yang berlangsung lama ada kecenderungan terjadi dehidrasi. Dengan menangani dehidrasi, viskositas mukus juga berkurang dan dengan demikian memudahkan ekspektorasi.
1.3 drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu pengeluaran dahak agar supaya tidak timbul penyumbatan.
1.4 menghindari paparan alergen.

2. Diluar serangan
2.1 Pendidikan/penyuluhan.Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa penyebabnya, apa pengobatannya, apa efek samping macam-macam obat, dan bagaimana dapat menghindari timbulnya serangan. Menghindari paparan alergen. Imti dari prevensi adalah menghindari paparan terhadap alergen.
2.2 Imunoterapi/desensitisasi.Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Setelah diketahui jenis alergen, kemudian dilakukan desensitisasi.
2.3 Relaksasi/kontrol emosi.untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi fisik dapat dibantu dengan latihan napas.

6. Pengkajian.
6.1 Anamnesis.
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
6.2 Pemeriksaan Fisik.
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma
6.2.1 Sistim Pernapasan:
• Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
• Frekuensi pernapasan meningkat
• Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi
• Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
• Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan mungkin lebih.
• Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
- Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
• Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.

6.2.2 Sistem Kardiovaskuler:
• Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
• Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
- Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
• Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.

6. 2.3 Sistem persarafan:
• Komposmentis
• Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- cemas/gelisah/panik
- sukar tidur, banyak berkeringat dan susah berbicara
• Pada keadaan yang lebih berat kesadaran menurun, dari disorientasi dan apati sampai koma. Pada pemeriksaan mata mungkin ditemukan miosis dan edema papil.

6.3 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
6.3.1 Laboratorium:
• Lekositosis dengan neutrofil yang meningkat menunjukkan adanya infeksi
• Eosinofil darah meningkat > 250/mm3 , jumlah eosinofil ini menurun dengan pemberian kortikosteroid.
6.3.2 Analisa gas darah:Hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat atau status asmatikus. Pada keadaan ini dapat terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Pada asma ringan sampai sedang PaO2 normal sampai sedikit menurun, PaCO2 menurun dan terjadi alkalosis respiratorik. Pada asma yang berat PaO2 jelas menurun, PaCO2 normal atau meningkat dan terjadi asidosis respiratorik.

6.3.3 Radiologi: Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak menunjukkan adanya kelainan. Beberapa tanda yang menunjukkan yang khas untuk asma adanya hiperinflasi, penebalan dinding bronkus, vaskulasrisasi paru.
6.3.4 Faal paru: Menurunnya FEV1
6.3.5 Uji kulit: Untuk menunjukkan adanya alergi
6.3.6 Uji provokasi bronkus: Dengan inhalasi histamin, asetilkolin, alergen. Penurunan FEV 1 sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi merupakan petanda adanya hiperreaktivitas bronkus.

7. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekrit dan bronchospasme
2. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama serangan akut.
3. Ansietas berhubungan dengan kesulitan bernapas, takut menderita, dan /atau takut serangan berulang.
4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan perawatan diri.

DAFTAR PUSTAKA
Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (1994). Pedoman Penatalaksanaan Asma Bronkial. CV Infomedika Jakarta.

Muhamad Amin. Hood Alsagaff. W.B.M. Taib Saleh. (1993). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press.

Tucker S.M. (1993). Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi. EGC.

Tuesday, March 11, 2008

PENATALAKSANAAN PADA SINDROM SYOK

pengertian
Syok: kondisi dimana sistem kardiovaskular gagal melakukan perfusi ke jaringan dg adekuat Kegagalan pompa jantung, sistem sirkulasi dan/atau aliran darah ke jaringan Ketidakadekuatan perfusi jaringan dapat mengakibatkan:
- hipoksia seluler umum (kelaparan)
- gangguan metabolisme sel
- kerusakan jaringan---kegagalan organ (terutama otak)
- kematian

diagnosa syok
1.MAP<60> patofisiologi
-Gangguan perfusi adalah ketika terjadi ketidakseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen akibat aliran darah menurun
-Terjadi perub. Metabolisme aerob menjadi anaerob
-Produksi asam laktat meningkat
-Pembengkakan dan penurunan fungsi sel
-Peningkatan permeabilitas membran sel
-Pertukaran cairan dan elektrolit yang tidak normal dari dan ke sel
-Gangguan pompa Na+/K+
-Kerusakan mitokondria
-Kematian sel
-(sel otak yang mati mengeluarkan glutamat, dan merusak sel lainnya)

mekanisme kompensasi
Sistem Saraf Simpatik—respons adrenal:
Distimulasi oleh baroreseptor
-Meningkatnya HR
-Meningkatnya kontraktilitas
-Vasokonstriksi
-Meningkatnya preload
Sistem Renin Angiotensin:
-Menurunnya perfusi ke ginjal
-Dilepaskan renin angiotensin I
-Dilepaskan renin angiotensin II
-Vasokonstriksi
-Dilepaskan aldosteron oleh korteks adrenal
-Retensi air dan natrium
Hormon Antidiuretik
-Osmoreseptor di hipotalamus distimulasi
-ADH dilepaskan oleh kelenjar pituitari posterior
- vasopresor berdampak pd peninkatan BP
- ginjal meretensi cairan
Hormonal– korteks adrenal
- Kelenjar Pituitari anterior melepas ACTH (adrenocorticotropic hormone)
-Menstimulasi korteks adrenal untuk melepas glucocorticoids
-Gula darah meningkat untuk memenuhi kebutuhanmetabolisme

kegagalan kompensasi
-Menurunnya aliran darah ke jaringan menyebabkan hipoksia sel
-Dimulailah metabolisme anaerob
-Sel membengkak, mitokondria rusak, kematian sel
-Jika gangguan perfusi menetap menyebabkan kerusakan iireversible----kematian yang sebenarnya

tahap tahap
  1. Tahap Awal: jaringan kurang mendapat perfusi, penurunan cardioac output, meningkatnya metabolisme anaerob, terbentuk asam laktat
  2. Tahap terkompensasi: reversible. Sistem saraf simpatis diaktivasi oleh menurunnya cardiac output (beberapa kompensasi terjadi)
  3. Tahap progresif: Kegagalan kompensasi, terjadinya vasokonstriksi berlebihan, iskemia, asam laktat tinggi, asidosis metabolisme
  4. Irreversible: nekrosis sel, gangguan organ yang kompleks----mati

Tanda dan gejala
1.Tanda- tanda vital
- hipotensi
- MAP< 60 mmHg
- Tachicardi; lemah
- tachypnea –meningkatnya CO2
asidosis respiratoris
2. Status mental: menurun; irritable; takut; tdk responsif; hanya berespons pada rangsang nyeri saja
3. Menurunnya urine output

MENGENAL SISTEM PERSARAFAN

kita mengenal dua buah sistem syaraf
  1. sistem syaraf pusat terdiri dari otak dan medulla oblongata
  2. system syaraf perifer terdiri dari syaraf kranial dan syaraf spinal
ada 12 nervus syaraf kranial
  1. nervus olfaktorius
  2. nervus optikus
  3. nervus okulomotorius
  4. nervus trochlearis
  5. nervus trigeminus
  6. nervus abdusen
  7. nervus facialis
  8. nervus auditorius/vestibulokohlearis
  9. nervus glosofaringeus
  10. nervus vagus
  11. nervus aksesoris
  12. nervus hipoglosus

ada 31 pasang syaraf spinal

  1. 8 pasang syaraf servikalis
  2. 12 pasang syaraf torakalis
  3. 5 pasang syaraf lumbali
  4. 5 pasang syaraf sakral
  5. 1 pasang koksigeus

otak manusia dibagi menjadi beberapa lobus

  1. lobus frontalis
  2. lobus parietalis
  3. lobus oksipitalis
  4. lobus tempralis

otak manusia dibagi menjadi dua hemisfer

  1. hemisfer kanan
  2. hemisfer kiri

otak berfungsi sebagai pusat rangsang, ketika menerima informasi atau sinyal dari reseptor yang tersebar diseluruh tubuh, informasi tersebut akan diolah kemudian akan muncul aksi pada system muskuloskeletal.

karena fungsi informasi inilah maka otak menyiapkan beberapa reseptor

  1. nosiseptor yang mengirimkan impuls nyeri
  2. baroseptor yang mengirimkan impuls terkait tekanan
  3. kemoseptor yang mengirimkan impuls kimia
  4. termoseptor yang mengirimkan impuls panas
  5. mekanoseptor mengirimkan informasi perubahan pada sel

selain reseptor tubuh juga menyediakan neurotransmitter

dopamin, GABA, asetilcolin, serotonin, epinefrin dan norepinefrin, bradikinin bahkan prostaglandin.